Rindu Tanpa Titik Pun Tanpa Koma

Titik di akhir. Koma di tengah. Kupikir semua yang ada di dunia ini akan memiliki akhir dan penggalan seperti sebuah kalimat yang diakhiri dengan sebuah tanda ‘titik’ pun dipenggal dengan sebuah tanda ‘koma’. Nampaknya itu hanyalah sebuah teori yang hanya berlaku dalam hal tertentu dan tak dapat dipakai dalam mendefinisikan sebuah kata “rindu”.

Rindu tanpa titik, rindu yang tak terbatas. Seperti rindu ibu kepada buah hatinya. Seperti rindu ibu yang ingin kembali memeluk anaknya seperti yang biasa ia lakukan saat melihat anaknya baru pulang dari menuntut ilmu dengan wajah yang terlihat lelah. Seperti rindu ibu yang ingin kembali membelai kepala buah hati kecilnya dan mengatakan, “Semua akan baik – baik saja, nak. Ibu ada di sini.”. Ah, rindu memang tak memerlukan titik. Ia terlalu besar untuk diberikan batas akhir.

Rindu tanpa koma, rindu yang tidak memerlukan waktu untuk beristirahat sejenak, tetap mengalir dari waktu ke waktu. Seperti rindu ayah kepada permata kecilnya. Seperti rindu ayah yang selalu menyempatkan waktu untuk mengantar jemput anaknya walaupun di saat yang sama ia juga sedang berada di dalam meeting yang amat sangat penting. Seperti rindu ayah yang menggenggam tangan buah hatinya untuk selalu memastikan bahwa belahan jiwanya dalam keadaan baik – baik saja. Ah, rindu tampaknya juga tak memerlukan koma.

Rindu tanpa titik pun koma. Tidak peduli akan perbedaan jarak dan waktu, nyatanya rindu itu terus bertambah besar seiring berjalannya waktu. Rindu yang kupastikan hanya milik kalian. Rindu yang kupastikan suatu saat akan terbayar lunas. Tunggu aku, Ibu. Nantikan aku terus, Ayah. Aku akan berusah terus bertahan dengan rindu tanpa titik pun koma yang selalu kurasa.

 

Leave a comment